SUMBARNET - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem dan Partai Amanat Nasional (PAN) masing-masing resmi me-nonaktif-kan dua kadernya yang duduk sebagai anggota DPR RI, yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, serta Eko Patrio dan Uya Kuya.
Hal tersebut dilakukan kedua partai tersebut usai mencermati dinamika yang ada belakang terakhir pascaaksi unjuk rasa DPR pada Kamis, 28 Agustus 2025. Dalam dinamika politik, istilah seperti "nonaktif" dan "dipecat" sering digunakan untuk menggambarkan sanksi terhadap politisi yang dianggap melanggar norma atau etika publik.
Meski sering dianggap sama, keduanya memiliki makna, dampak, dan prosedur yang berbeda. Kasus Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (NasDem), serta Eko Patrio dan Uya Kuya (PAN), menjadi contoh nyata bagaimana partai politik mengambil tindakan terhadap kadernya.
Namun, penting untuk memahami apakah mereka benar-benar dipecat, atau hanya dinonaktifkan, dan apa konsekuensinya. Meski sekilas terdengar mirip, nonaktif dan dipecat adalah dua hal yang sangat berbeda dalam konteks politik.
Nonaktif bersifat sementara dan masih menyisakan ruang rehabilitasi. Sementara dipecat bersifat permanen dan menggugurkan seluruh status politik seseorang di parlemen/DPR.
1. Apa Itu "Di-nonaktif-kan"? Artinya, seorang anggota masih secara formal terdaftar dalam struktur lembaga (misalnya DPR), tetapi tidak lagi menjalankan fungsi aktif, terutama di fraksi atau komisi. Nonaktif biasanya bersifat sementara, dan dapat dikembalikan atau diperpanjang tergantung evaluasi partai.
Anggota DPR yang di-nonaktif-kan hanya mendapatkan gaji dan tidak tunjangan. Ciri-cirinya:
- Masih memiliki status administratif sebagai anggota DPR.
- Tidak lagi mewakili fraksi di forum resmi.
- Tidak lagi mendapat peran aktif di alat kelengkapan dewan (AKD). - Tidak otomatis dilakukan PAW (Pergantian Antar Waktu).
- Bisa dikembalikan jika dianggap layak. (**)
0 Post a Comment:
Posting Komentar