Padang Panjang – Kurang minatnya anak muda sekarang dalam berkesenian tradisional mulai terasa di alam Minangkabau, tidak demikian dengan Pemuda Kampuang Teleng Nagari Bukiksuruangan dengan penuh semangat mereka menjaga warisan leluhur seni Randai, kebanggaan budaya Minangkabau.
Sanggar Seni Jembatan Aia Putiah Didirikan oleh Rusda dan Hilda Ramadani merupakan komunitas seni yang tumbuh dari keinginan anak-anak setempat untuk kembali mempelajari dan menghidupkan tradisi Randai. Dibimbingan oleh pelatih Edi Satria, S.Sn., M.Sn. (Mak Itam) Dosen ISI Padang Panjang Jurusan Produksi Media, mereka perlahan mengembalikan denyut kehidupan seni tradisional Randai.
Berlatih rutin berlatih dua kali seminggu, setiap Jum’at malam dan Sabtu malam, sanggar kini memiliki 29 anggota dari kalangan pelajar SD, SMP, dan SMA. Ssuara tawa dan teriakan berpadu dengan irama langkah kaki, menciptakan suasana yang penuh energi dan kebersamaan.
Rezki Suci Amalia, koordinator dan juga salah satu penggerak sanggar, mengatakan, inisiatif berdirinya kelompok ini justru datang dari anak-anak Kampung Teleng Nagari Bukiksuruangan.
“Awalnya mereka yang meminta kami anak muda di ajarkan Kesenian Randai. Mereka ingin tahu, ingin bisa, dan ingin menjaga seni tradisi ini. Dari semangat itulah kami mulai,” ungkapnya
Kesenian Randai bukan sekadar hiburan saja, dalamnya terkandung nilai-nilai gotong royong, disiplin, sopan santun, dan kebijaksanaan. Kesenian Randai menyampaikan cerita-cerita yang disampaikan dalam bentuk pantun dan gerak, Randai menjadi media pendidikan sosial yang kaya akan makna.
Dengan keterbatasannya dari sarana dan prasarana, seperti kostum, hingga alat musik yang sebagian masih harus dipinjam dari sekolah-sekolah yang ada Sanggar Jembatan Aia Putiah tetap untuk berlatih dan berkumpul.
“Banyak kekurangan yang harus kami penuhi, tapi semangat anak-anak tidak pernah padam. Kami yakin, kalau semua pihak mau peduli, Randai akan kembali jadi kebanggaan Padang Panjang,” ujar Rezki penuh harap.
"Kita harus merawat kesenian Randai, karena rabdai memiliki nilai filosofis yang dalam dan sangat relevan bagi generasi muda. Di dalamnya ada nilai kebersamaan, kedisiplinan, dan rasa hormat. Kalau anak-anak sekarang tidak belajar, siapa lagi yang akan melanjutkan? Saya melihat semangat mereka luar biasa, inilah yang harus kita rawat,” tambahnya.
Untuk menambah wawasan dan pengalaman Sanggar Jembatan Aia Putih berencana mengadakan latihan bersama dengan kelompok Randai dari daerah lain, sebagai upaya memperluas wawasan dan mempererat silaturahmi antar pelaku seni tradisional.
Diantara Gen Z yang condong beralih meniru ke budaya Asing, ternyata suara tepukan tangan memecah sunyi dikeramaian saat anak muda Kampung Teleng dari Kelurahan Kampung Manggis (Nagari Bukiksuruangan) melantunkan syair dan pantun pituah Randai.
"Semoga ada perhatian khusus dari Pemerintah Daerah untuk mereka yang mampu menghidupkan kesenian tradisional Minangkabau ", harapan Tokoh Masyarakat Wiserman Dt Yang Basa.
Hidup dan bangkitnya sanggar seni Randai di Kampung Teleng Kelurahan Kampung Manggis ini, sepertinya mambangkik batang tarandam mengingat pada masa dahulunya Kampung Teleng Kel.Kampung Manggis pernah memiliki kelompok Kesenian Randai yang cukup disegani kerena sering ditampilkan dalam kegiatan keperintahan
"Semoga Sanggar Seni Jembatan Aia Putiah jadi besar dan berkembang dalam melestarikan kesenian tradisi tidak pernah benar-benar hilang, hanya menunggu untuk dihidupkan kembali oleh tangan-tangan muda yang mencintainya. (DTM)

0 Post a Comment:
Posting Komentar