SUMBARNET - Kamis (19/6/2025) pagi di Lakuak, Sungai Buluah, Batang Anai, Padang Pariaman, masyarakat dikejutkan dengan sejumlah petugas kepolisian yang mengerubungi sebuah rumah.
Rumah itu milik Satria Juanda, seorang pemuda 25 tahun yang lebih akrab disapa Koyek.
Penangkapan Koyek atas dugaan pembunuhan berantai sontak menghempas ketenangan warga, memantik tanya yang membuncah di benak mereka.
Sebuah kisah tentang sosok yang nyaris tak terjamah, yang kini tersingkap dalam balutan kejut dan ketidakpercayaan.
Puluhan meter dari kediaman Koyek, Delvi Elfira, seorang warga yang terbiasa dengan rutinitas pagi, mendapati dirinya tersentak.
“Dari polisi yang ada di lokasi, saya dengar bahwa Wanda (sapaannya) telah melakukan mutilasi dan penguburan jasad di sumur dalam rumahnya,” tuturnya.
Bagi Delvi, Koyek adalah sosok yang tumbuh besar di lingkungan ini, seorang anak kedua dari tiga bersaudara.
Kakaknya bekerja sebagai HRD di sebuah pabrik bata, sementara adiknya merantau di Pekanbaru.
Koyek kecil, menurut Delvi, tak ubahnya anak-anak sebayanya: aktif bermain dan bersekolah.
“Ayahnya sudah meninggal sejak ia kecil, tapi saya tidak tahu pastinya, mungkin sewaktu masih duduk di bangku SD,” kenangnya.
Dewasa, Koyek memang lebih irit bicara, namun tetap mudah bergaul.
Ia pernah menempuh pendidikan hingga bangku SMA, bahkan sempat mencoba peruntungan dengan tes polisi meski tak lolos.
Sekitar dua tahun terakhir, ia bekerja sebagai Satpam di tempat kakaknya, sebuah pekerjaan tetap yang baru ia dapat.
“Makanya saya tidak menyangka kalau ia melakukan hal tersebut, kesehariannya tidak ada tanda-tanda pelaku pembunuhan,” ujar Delvi, menggelengkan kepala.
Seorang pemuda sebaya Koyek, Ferdiansyah, mencoba merunut asal muasal nama panggilan Koyek yang melekat padanya itu.
“Panggilan itu muncul begitu saja tanpa sebab yang jelas,” katanya.
Menurut Ferdi, nama itu tak muncul dari sifat atau ciri fisik yang menonjol, sebab Koyek memang tak memiliki keduanya.
Dalam pergaulan sehari-hari, Ferdi mengenal Koyek sebagai sosok yang santun dan tak pernah mencampuri urusan orang lain.
“Jika duduk di lapau, biasanya hanya pesan minum, main HP lalu pergi. Tidak banyak bicara, hanya sekadar senyum,” gambarnya.
Lebih dari itu, Koyek juga cukup aktif dalam kepemudaan dan kepengurusan masjid di daerah tersebut.
Serangkaian latar belakang inilah yang membuat Ferdi sangat terkejut dengan kedatangan polisi terkait dugaan pembunuhan berantai yang dilakukan Koyek.
Bagi masyarakat setempat, penangkapan Koyek adalah sebuah kejutan yang mengguncang.
Bagaimana mungkin seorang yang pendiam, tak suka ikut campur, dan pandai bergaul, ternyata adalah seorang pembunuh berdarah dingin.
Dua tahun terakhir, tak ada satupun warga yang melihat tanda-tanda perubahan pada Koyek, bahkan setelah ia diduga melakukan pembunuhan terhadap pacar dan teman pacarnya setahun lalu.
Koyek tetap menjalankan rutinitas hariannya, pergi kerja setiap malam, sesekali mampir ke lapau untuk secangkir teh atau kopi.
Kesehariannya yang tampak biasa itu kini berbalik menjadi narasi yang menyeramkan.
Ironisnya, nama Koyek bahkan kini telah menjadi pameo di kalangan anak-anak kecil, seolah menjadi penanda bagi teman yang berulah, sebuah cerminan dari peristiwa tak terduga yang menimpa kampung mereka.
Kisah Koyek, sang pemuda senyap yang menyimpan rahasia kelam, kini menjadi perbincangan, sebuah potret kompleksitas manusia yang kerap menyembunyikan sisi gelap di balik topeng keseharian.
Sumber : TribunPadang.com
0 Post a Comment:
Posting Komentar